KH Abdullah Gymnastiar (kanan) bersama Ketua Umum Paguyuban Pasundan Prof. Dr. HM. Didi Turmudzi, M.Si (kedua dari kanan) Rektor Unpas Prof. Dr. Ir. H. Eddy Jusuf Sp, M.Si., M.Kom (kiri) dan Dewan Penyantun Unpas, Yahya Santosa (kedua dari kiri), berjalan menuju masjid Ulul Albaab di Kampus IV Unpas Jl. Setiabudhi 193 Bandung, untuk menyampaikan tausiah pada silaturahim Idul Fitri 1439 H keluarga besar Unpas, Jumat 22 Juni 2018.
Untuk menyempurnakan kemuliaan ahlak. Begitulah tugas utama Rasulullah Muhammad Solallohu ‘Alaihi wa Salam diutus Allah Subhanahu wa Ta’ala turun ke dunia.
Demikian kata-kata pembukaan KH Abdullah Gymnastiar—atau lebih dikenal Aa Gym — pada saat memberikan tausiah di hadapan warga Unpas pada acara silaturahim yang diselenggarakan terkait dengan Idul Fitri 1439 H, Jumat 22 Juni 2018. Acara itu dihadiri seluruh pimpinan Unpas, para dosen, karyawan, dan perwakilan mahasiswa berkumpul di Mandala Sabha Oto Iskandar di Nata, Kampus IV Unpas, Jalan Setiabudhi, Bandung. Selain itu, juga Ketua Umum PB Paguyuban Pasundan beserta jajarannya, ditambah para undangan lain, termasuk Rektor Unpas kelima, Prof. Dr. Ir. H. Iman Sudirman, DEA, anggota DPR RI Popong Otje Djundjunan dan Dewan Penyantun Universitas Pasundan, Yahya Santosa.
Dengan gayanya yang khas, Aa Gym membahas persoalan kesuksesan hidup, yang hal itu tidaklah lain kesuksesan ahlak. “Kalau ingin melihat siapa pemeluk agama Islam yang paling benar, lihatlah ahlaknya. Demikian juga kalau ingin tahu siapa yang paling kuat imannya,juga lihatlah kemuliaan ahlaknya,” ucap kiyai yang memimpin lembaga Daarut Tauhid ini. Nanti, saat di hari akhirat kelak, yang paling dekat dengan Rasul adalah yang paling baik ahlaknya.
Keburukan yang terjadi di negeri ini, pada hakekatnya adalah mencerminkan krisis ahlak. “Termasuk banyaknya kasus korupsi, itu semua bermula dari krisis ahlak. Biarpun punya jabatan tinggi serta sudah hidup makmur, namun karena ahlaknya jelek, maka yang bersangkutan tetap melakukan korupsi,” katanya.
Menurut Aa Gym, yang namanya jabatan, gelar, atau harta kekayaan, itu hanyalah topeng. Namun umumnya kita lebih mengutamakan topeng yakni bagaimana caranya agar tampil sebagus mungkin, sehingga membuat orang lain tidah saja kagum, melainkan juga hormat kepada topengnya.
“Padahal dalam hidup di dunia yang singkat ini, yang harus dijadikan inti adalah tidak ada kemelekatan hati kecuali dengan Allah. Bukan dengan jabatan, bukan dengan gelar, atau bukan dengan harta,” ucapnya lagi.
Rektor Unpas, Prof. Dr. Ir. H. Eddy Jusuf Sp., M.Si., M.Kom dalam sambutannya menyampaikan rasa syukur kepada Allah, serta ucapan terima kasih kepada segenap dosen, karyawan, Ketum PB Paguyuban Pasundan dan unsur kepengurusan lainnya yang telah bahu- membahu berjuang demi kesuksesan Unpas.
“Dalam memimpin Unpas selama ini, tentu banyak kekurangan dan kekhilafan yang saya lakukan. Karena itu, saya mohon maaf sebesar-besarnya,” ucap Prof. Eddy.
Terkait dengan prestasi yang telah dicapai Unpas hingga saat ini, ia mengajak semua lapisan di Unpas untuk meningkatkan kinerja. “Perjuangan PTS itu berdarah-darah, karena mengandalkan uang dari masyarakat. Beda dengan PTN yang sudah jelas anggarannya dari pemerintah,” ucapnya lagi.
Hal senada disampaikan oleh Ketua Yayasan Dikti Pasundan, Dr. H. Makbul Mansur, M.Si. pada sambutannya—bahwa kemajuan yang telah dicapai Unpas semoga membawa keberkahan.
“Sebagaimana yang dikatakan Pak Rektor barusan pada hakikatnya adalah kemurahan dari Allah, setelah ditebus dengan perjuangan yang tak kenal menyerah,” ucap Makbul.
Permohonan maaf juga diucapkan Ketum PB Paguyuban Pasundan, Prof. Dr. H.M. Didi Turmudzi, M.Si. “Yang namanya pimpinan, di samping banyak yang menyukai, tentulah banyak pula yang tidak menyukai. Saya ucapkan terima kasih kepada Unpas yang tak lama lagi akan menjalani akreditasi kelembagaan, yang semoga saja mendapat nilai A,” ucapnya.
Menghadapi bulan Ramadhan yang baru saja berlalu, ucap Prof. Didi, sebetulnya tidaklah seberat menghadapi sebelas bulan ke depan yang akan kita jalani. Karena itu, lanjutnya lagi, kita harus mempersiapkan diri.
Dalam amanatnya, Ketum PB menandaskan agar kita memiliki karakter petarung yang pemberani dan pantang menyerah. “Kita harus ingat, persaingan ke depan bukan saja ketat, melainkan sadis,” ucapnya.
Kedua, kita harus memiliki keluasan ilmu. Ketiga, memiliki budaya bisnis dan yang terakhir jangan bersikap boros, melainkan harus hemat.
Prof. Didi mengingatkan bahwa Sunda dan Islam itu ibarat gula dengan manisnya.