Tausiyah Dr. H. Aam Amirudin, LC di Unpas Meningkatkan Kualitas Ibadah di Bulan Ramadhan

 

Tiga hari memasuki bulan Ramadhan tahun ini, Unpas mengadakan buka bersama hari Senin 29 Mei 2017 di Mandala Shaba Oto Iskandar di Nata, Kampus IV Unpas, Jalan Setiabudhi, Bandung. Pada kesempatan itu, selain Rektor dan para Wakil Rektor, hadir pula unsur pimpinan kantor pusat, karyawan dan mahasiswa.

Sebelum tiba azan magrib, terlebih dahulu disampaikan tausiah oleh ustad Dr. H. Aam Amirudin, LC yang mengetengahkan pokok bahasan mengenai amalan di bulan suci.

Rektor Unpas, Prof. Dr. Ir. H. Eddy Jusuf Sp., M.Si., M.Kom. dalam ucapan pembukaannya menyampaikan harapan bahwa acara dimaksud bisa meningkatkan kualitas ibadah shaum, serta ibadah-ibadah lainnya selama bulan Ramadhan. “Kualitas ibadah kita menjadi lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya,” ucap Rektor. Selain itu, acara semacam ini ditindak-lanjuti di tingkat fakultas hingga prodi.

Pada awal ceramahnya, Aam Amirudin mengulas sedikit tentang pelaksanaan buka bersama yang dinilainya sebagai luar biasa. Meskipun, katanya, kalau dicari pada sumber dalilnya, pasti tidak akan ditemukan ayat Quran atau hadits yang memerintahkan pelaksanaan buka puasa bersama.

“Ini merupakan kebudayaan yang tumbuh di kalangan umat Islam di luar Timur Tengah, khususnya Saudia Arabia. Umat Islam di wilayah Nusantara, misalnya, dianggap yang kerap mengadakan acara buka puasa bersama. Kalau untuk tujuan silaturahmi, kenapa tidak?” ucap Aam.

Ibadah shaum, lanjut Aam, pada dasarnya memiliki tiga tujuan, yaitu mengasah fisik, mengasah akal, dan sebagai pensuci jiwa. Semua itu, pada akhirnya bertujuan untuk mengantarkan kita agar menjadi orang yang takwa.

Penciptaan manusia itu pada dasarnya rumit, sebab terkait dengan berbagai dimensi yang satu sama lain saling terhubung. “Kalau kita perhatikan ayat 110 pada Surat Al Kahfi, manusia itu dipanggil dengan sebutan basyar. Dalam hal ini, yang digambarkan dalam diri manusia adalah aspek biologisnya. Nabi Muhammad sendiri menyatakan dirinya sebagai al-basyar. Aku ini sama seperti kalian. Begitu ketegasan beliau. Yang dimaksud sama di sini adalah aspek biologisnya—bahwa secara fisik, Nabi Muhammad itu sama seperti kita. Perbedaannya kita dengan Nabi Muhammad yaitu beliau menerima wahyu dan dima’sum, sedangkan kita tidak. Beliau itu punya nenek moyang dan keturunan, sama halnya dengan kita. Berbeda, misalnya, dengan nabi pada agama lain yang sering dianggap setengah Tuhan atau setengah malaikat,” tuturnya.

Yang kedua, manusia sering dipanggil dengan bani Adam, atau diterjemahkan sebagai keturunan Nabi Adam. Hal ini di antaranya dapat kita lihat pada Surat Al-‘Arof ayat 31. “Manusia sebagai bani Adam artinya manusia itu punya sejarah, yang satu sama lain berbeda-beda. Manusia itu dibentuk atau dimotivasi oleh sejarah hidupnya. Karena itu, faktor sejarah tersebut berpengaruh terhadap kehidupan seseorang. Bahwa manusia itu diciptakan dengan sifat-sifatnya yang suka berkeluh kesah atau putus asa, juga sering lupa diri. Kalau manusia mampu mengatasi hal-hal tersebut, lalu membuahkan sifat sabar serta syukur, maka derajat yang bersangkutan akan naik menjadi al-insan.”

Jika al-basyar terkait dengan dimensi fisik, maka al-insan terkait dengan dimensi psikis. Sungguh berbahagia jika manusia mampu mengolah dimensi psikisnya, sehingga ia memiliki jiwa yang tenang atau mutmainnah. Tuhan pun berseru, hai manusia yang berjiwa tenang, kembalilah dan masuklah ke dalam surga-Ku! Dalam Al-Quran dijelaskan, tempat kembali manusia berjiwa tenang adalah rodiyatan mardiyyah.

Keempat, Tuhan menyebut manusia itu dengan panggilan an-nas. Cukup banyak ayat pada kitab suci yang menyeru manusia dengan panggilan yaa ayuhan nas, yang artinya hai segenap manusia! Istilah an-nas menunjukkan bahwa manusia itu mahluk sosial, serta keberadannya selalu dihubungkan dengan ahlak.

Ibadah shaum, menurut Aam Amirudin, secara fisik terkait dengan ibadah jasadiyah. “Ujiannya ada pada fisik kita. Sedangkan dalam mengasah akal, kegiatan kita di antaranya melalui baca Al-Quran. Yang baik itu adalah baca Quran secara bertahap, meskipun dalam jumlah yang sedikit, yang dilakukan secara rutin. Hal itulah yang akan memperkuat jiwa kita,” ujarnya.

Yang terakhir, ibadah shaum adalah sebagai pensuci jiwa. Atas tibanya bulan Ramadhan, Rasulullah mengatakan, selamat datang yang mensucikan! Dan kalau kita berhasil dalam proses ini, itulah saatnya kita sampai kepada tahapan takwa